Anarkis di Tengah Pluralis

Menjadi refleksi segenap bangsa ini,
ketika menyimak kekerasan yang terjadi dengan membawa simbol-simbl agama
dengan naungan Ormas. Sangat prihatin dan memilukan. Ketika Negara ini
sedang mengalami goncangan berat, baik dari bencana alam dan kemiskinan.
Konflik horizontal, ternyata belum menunjukkan titik lesu yang berarti.
Malah sebaliknya.
Ormas yang merupakan sebuah wadah untuk
pendaulat aspirasi. Mengkonsolidasikan beragam pandangan untuk mancapai
sebuah tujuan yang diharapkan dalam kelompok/organisasi adalah
keniscayaan, sehingga dapat sejajar dalam memperoleh hak kehidupan, baik
dibidang ekonomi, sosial, dan budaya. Sepak terjang ormas pun bergerak
massiv, dengan langkah pasti senantiasa memantau kebijakan
pemerintah sebagai control social .
Ketika anomaly muncul
kepermukaan dan bahkan menindas hak-hak rakyat ormas selalu berpegang
teguh pada prinsip mereka sebagai sebuah komunitas yang peduli terhadap
kondisi sosial , meskipun tidak semua ormas yang respon dan tanggap
terhadap ironi-ironi rakyat. Namun beberapa tahun akhir ini perjalanan
ormas yang berada diindonesia mulai menampakkan taringnya. Beragam
aksi/kegiatan terorganisir yang dilakukan semakin jauh dari harapan
masyarakat pada umumnya.
Pembekuan Ormas
Nilai-nilai dan prinsip demokrasi saat
ini malah tidak dipraktikkan bahkan diabaikan. Ketegangan sosial yang
digerakkan oleh balutan sentimen sebagaimana dilakukan ormas radikal,
secara umum merupakan bukti nyata bagaimana demokratisasi tidak menjadi
bagian praktik nyata. Dengan begitu, ekspresi kebekuan hubungan antar
ormas dan masyarakat menjadi terpecah dengan adanya jurang pemisah yang
signifikan yaitu ketidakpercayaan(distrust) rakyat terhadap
pergerakan yang dilakukan oleh ormas-ormas yang menangatsnamakan pro
rakyat namun lebih cenderung ingin memonopoli dengan kepentingan
tertentu. Inilah kondisi paradoksal dan ironi.Memang tidak mudah lagi
mendapatkan hati masyarakat. Apalagi kasus-kasus ekstrem yang menyentak
khalayak.
Menjadi sejarah kelam para penggerak
ormas, jika tidak menyikapi perbedaan kepercayaan sebagaimana mestinya.
Kepercayaan memeluk agama seakan dikekang. Jika hanya merujuk pada satu
otoritas yang dianggap benar, namun sangat “kaku” di mata pemeluknya.
Aturan yang di rangkum para ormas yang mengatasnamakan pembela agama
mayoritas seakan menjadi “rancun” sendiri para pemeluknnya, sehingga
harus keluar dari lingkaran yang dianggapnya belum memasuki “zona
nyaman’. Karena kepercayaan tetaplah masalah kenyamanan rohani tanpa
adanya paksaan dengan beragam iming-iming yang malah menyesatkan. Karena
segala sesuatu yang dipaksa terkesan, menimblkan gemercik konflik.
Pembekuan ormas yang memiliki garis keras
pun harus secepatnya di evaluasi dan bila perlu di eliminasi. Karena
pergerakannya pun hanya menimbulkan kebosanan tiada tara dari masyarakat
sendiri. Tak salah jika Presiden Republik Indonesia Susilo bambang
Yudhoyono dalam sambutannya sekaligus pembukaan dalam Hari Pers Nasional
di Kupang mengecam keras para pelaku tindak kekerasan yang terjadi,
bila perlu di bekukan. Sudah berulang kali ormas yang hanya membuat
“gatal” rakyat Indonesia.
Untuk itu sudah sepatutnya pula
pemerintah mengambil ancang-ancang tegas. Penegak hukum sebagai panglima
hukun dinegeri ini, seharusnya memilki kekuatan tegas untuk
meyikapinya, bukan malah menjadi penonton manis yang hanya menunggu
respon, ketika suasana mulai mengeruh. Itu pun belakangan ini menjadi
sororan publik mengenai penyerangan Jamaah Ahmadiah yang menelan korban
hingga tewas. Peran penegak hukum pun, semakin dipertanyakan. Betapa
leletnya, dalam menyikapi beragam kejanggalan dilapangan. Malah
masyarakat pun, yang harus turun tangan.
Menjadi pekerjaan rumah pula, semua
elemen di NKRI ini dalammenindak para Ormas nakal tersebut. keinginan
masyarakat untuk membubarkan ormas, yang selalu membuat kekacuan adalah
jawaban final, tidak bisa dinganggu gugat lagi. Terus apakah pemimpin
negeri ini beserta selutuh jajaran kabinet di pemerintahannya berani
untuk melakukan hal tersebut, yang telah dinanti oleh seluruh masyarakat
Indonesia, Atau jangan-jangan, gertak sambal saja. Entahlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar